Sumber Daya Air Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan
Rakyat
Perubahan mendasar yang terdapat
dalam UU Sumber Daya Air (SDA) bila dibandingkan dengan UU No.11 Tahun 1974
adalah dibedakannya hak guna air menjadi dua kategori, yaitu hak guna pakai air
dan hak guna usaha air. Hak guna pakai air adalah hak penggunaan air untuk
kebutuhan pokok sehari-hari atau nonkomersial, sementara hak guna usaha air
adalah hak untuk mengusahakan air bagi tujuan-tujuan komersial. Hal ini secara
eksplisit telah menempatkan air sebagai barang komoditi yang dapat
diperjualbelikan.
Selain itu dalam UU SDA juga
diperkenalkan sistem kemitraan antara pihak pengelola sumberdaya air (dalam hal
ini pemerintah) dengan pihak swasta. Hal ini di kemudian hari dapat berpotensi
menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) di mana
perusahaan atau swasta yang berorientasi profit diberikan kewenangan untuk
melakukan juga fungsi-fungsi sosial yaitu menyediakan air yang merupakan
kebutuhan dasar manusia dan makhluk hidup lainnya.
Hal ini sangat mengkhawatirkan
karena membuka pintu bagi penguasaan dan pengusahaan sumber-sumber air tanah (
aquifer) bagi industri air dalam kemasan. Saat ini di Indonesia, pasar air
dalam kemasan dikuasai oleh dua merk utama yaitu Aqua (yang dimiliki oleh
Danone) serta Ades (yang dimiliki oleh Coca-Cola). Coca-Cola bahkan
memprediksikan bahwa dalam sepuluh tahun mendatang penjualan air dalam
kemasannya akan melebihi penjualan minuman ringannya. Menurut Harian Sinar
Harapan, kedua korporasi multinasional tersebut menyedot 2,73 miliar liter air
tanah pada2001. Pasar air dalam kemasan memang sangat mencengangkan. Pada 1998,
di seluruh dunia volume air dalam kemasan yang diperdagangkan mencapai 18
miliar liter. Dapatlah dibayangkan berapa keuntungan yang didapatkan oleh
korporasi multina sional tersebut.
—Masalah krisis yang terus berlanjut ditengah peningkatan kebutuhan terhadap air yang tidak dapat dicegah. Sementara itu ketersediaan air dimusim kemarau menurun dengan perbedaan debit yang semakin besar dengan musim hujan. Hal ini berarti degradasi lingkungan di daerah tangkapan air, fungsi hidrologis daerah hulu sebagai resapan air sudah tidak memadai lagi. Akibatnya nilai air bergeser dari fungsi sosial menjadi komoditas yang diperjual belikan. Disamping itu, kualitas air semakin menurun akibat cemaran-cemaran baik dari aktivitas industri, rumah tangga, pertambangan, maupun pertanian. Parahnya lagi, konflik kepentingan dalam penggunaan SDA semakin besar.
—Masalah krisis yang terus berlanjut ditengah peningkatan kebutuhan terhadap air yang tidak dapat dicegah. Sementara itu ketersediaan air dimusim kemarau menurun dengan perbedaan debit yang semakin besar dengan musim hujan. Hal ini berarti degradasi lingkungan di daerah tangkapan air, fungsi hidrologis daerah hulu sebagai resapan air sudah tidak memadai lagi. Akibatnya nilai air bergeser dari fungsi sosial menjadi komoditas yang diperjual belikan. Disamping itu, kualitas air semakin menurun akibat cemaran-cemaran baik dari aktivitas industri, rumah tangga, pertambangan, maupun pertanian. Parahnya lagi, konflik kepentingan dalam penggunaan SDA semakin besar.
Menurut UU No. 7 Tahun 2004 pasal 1, SDA terdiri dari air, sumber air, dan daya air yang terkandung didalamnya. Termasuk dalam sumber daya yang memiliki sifat mengalir (flowing resources), terbatas (limited resources), langka (scarce resources), dan memiliki nilai-nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan. Saat ini yang harus terus dilakukan adalah berupaya mewujudkan kemanfaatan yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat melalui aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sebagaimana termaktub dalam pasal 2 PP No. 42 Tahun 2008.
Alokasi Air
Alokasi air yang dimaksud disini
adalah upaya pengaturan air untuk berbagai keperluan dari waktu ke waktu dengan
memperhatikan jumlah dan mutu air pada lokasi tertentu. Pengaturan ini mencakup
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, pemantauan-evaluasi,
serta koordinasi berdasar asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,
keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan
akuntabilitas.
Kegiatan pengaturan, pengalokasian,
serta penyediaan air dan sumber air, merupakan lingkup dari kegiatan
operasi prasarana sumber daya air. Dimana pemerintah, pemerintah propinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan kerja sama pelaksanaan konstruksi
sekaligus operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air. Penyediaan sumber
daya air dilakukan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. mengutamakan penyediaan air untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan irigasi lahan pertanian rakyat pada sistem
irigasi yang ada.
2. Menjaga keberlanjutan penyediaan
air dan memperhatikan pemenuhan kebutuhan air untuk penduduk didekat sumber
air.
Lalu apa saja yang harus
dipersiapkan untuk pelaksanaan pemerataan alokasi air ini? Tentunya dinas
terkait harus melakukan pembangunan seperti pos untuk pendugaan air, bangunan
pengukur debit air, yang harus di-follow up-i dengan upaya pemeliharaan,
inventarisasi informasi nilai efisiensi, kapasitas dan prasarana yang
memerlukan pemeliharaan(baik korektif maupun preventif).
Akuifer Buatan
Akuifer Buatan merupakan media / lapisan tanah yang dibuat atau ditata ulang untuk
menyimpan dan mengalirkan air di dalam tanah sehingga dapat menjadi sumber air
yang berkelanjutan. Air Permukaan yang mempunya kuantitas yang melimpah tetapi
kadang-kadang mempunyai kualitas yang kurang baik. Air tanah yang mempunyai
kualitas baik, tapi kuantitasnya sering sangat terbatas. Pengeksploitasian
sumber air tanah yang berlebihan menimbulkan terjadinya pencemaran air tanah dari
akuifer sekitarnya, terjadinya land subsidence, dll.
Air Permukaan yang di-"recharge"-kan
ke dalam akuifer buatan akan mengalir (dengan kecepatan sangat lambat) di dalam
lapisan tanah batuan (bahan akuifer). Kualitas air akan ter-"update"
oleh akuifer selama perjalanan (semakin lama semakin baik) menuju tempat
pengambilan. Akuifer buatan akan dapat menjadi sumber air tanah yang
berkualitas dan berkelanjutan.
Kegersangan DAS di daerah pegunungan
disebabkan oleh kelangkaan air atau kekeringan pada lapisan tanah permukaan.
Sementara itu, pada alur-alur lembah terdapat sisa-sisa aliran dari mata air
yang mengalir ke hilir dan menghilang. Dengan fasilitas akuifer buatan aliran
air dapat ditangkap dan disalurkan kembali ke areal pegunungan sebagai sarana pemberian
air tanaman penghijauan yang berupa tanaman produksi atau tanaman reboisasi.
Pengelolaan
Hutan Rakyat
Kegiatan pengelolaan hutan rakyat
berupa Pembuatan Hutan Rakyat / Kebun Rakyat, yaitu penanaman lahan kosong dan
pekarangan di luar kawasan hutan oleh masyarakat dengan jenis tanaman keras,
MPTS (Multi Purpose Trees Spesies), dan buah-buahan. Kegiatan ini
bertujuan untuk memperoleh penutupan lahan yang optimal untuk mengendalikan
lahan kritis, menghasilkan kayu bakar, kayu bangunan, untuk keperluan
masyarakat lokal, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata air serta
lingkungan.
Kegiatan pengembangan pengelolaan
hutan rakyat ini, merupakan usaha untuk mengelola hutan rakyat berdasarkan azas
kelestarian lingkungan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, penyediaan bahan baku industri, dan peningkatan mutu lingkungan.
Pemanfaatan
Lahan di Bawah Tegakan
Sebagai contoh, kegiatan pemanfaatan
lahan di bawah tegakan yang telah dilaksanakan pada DAS Brantas antara lain :
a. Wanatani, yaitu pemanfaatan lahan
untuk usaha pertanian dan kehutanan dan/atau ternak yang secara ekologis,
sosial dan ekonomis , sehingga terjadi kesinambungan antara kedua usaha
tersebut. Oleh karena itu, Wanatani secara teknis dirancang dengan mengatur
pola tanam, jarak tanam (tanaman kehutanan), pergiliran tanaman, pemilihan
jenis tanaman komersial (tanaman pangan, obat-obatan, hortikultura, kehutanan),
waktu tanam, pemeliharaan dan pemanenannya.
b. Wanafarma, yaitu kegiatan
pemanfaatan lahan dengan penanaman tumbuh-tumbuhan sebagai penghasil
obat-obatan di bawah tegakan hutan (Hutan Negara dan Hutan Rakyat), dengan
jenis tanaman produktif tertentu yang bertujuan memperkaya atau meningkatkan
nilai hutan secara ekonomis dan ekologis sehingga berfungsi sebagai tumpangsari
secara permanen.
Reboisasi
Reboisasi adalah upaya pembuatan
tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak dan lahan kritis berupa
lahan kosong / terbuka, alang-alang, atau semak belukar dan hutan rawang untuk
mengembalikan fungsi hutan.
Penghijauan
Penghijauan dalam arti luas adalah
upaya untuk memulihkan, memelihara, dan menigkatkan kondisi lahan agar dapat
berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air maupun
sebagain pelindung lingkungan. Penghijauan Lingkungan adalah usaha untuk
menghijaukan lingkungan dengan melaksanakan penanaman di taman, jalur hijau,
pemukiman, perkantoran, dan lain-lain termasuk turus jalan yakni penghijauan
yang dilakukan di kiri kanan jalan.
Sabuk Hijau (Green
Belt)
Sabuk Hijau (Green Belt)
adalah hutan yang tumbuh pada kawasan sekitar bendungan /waduk / danau pada daratan
sepanjang tepian danau / bendungan / waduk yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik bendungan / waduk / danau. Pada kawasan ini tidak
diperbolehkan melakukan penebangan pohon dan melakukan pengolahan tanah.
Areal Model
Budidaya Buah atau Getah
Pembuatan Areal Model Budidaya Buah
atau Getah adalah kegiatan penanaman lahan kosong dan pekarangan di luar
kawasan hutan oleh masyarakat dengan jenis tanaman MPTS (Multi Purpose Trees
Spesies) dan buah-buahan. Tujuan kegiatan ini untuk memperoleh penutupan lahan
yang optimal untuk mengendalikan lahan kritis, kayu bangunan untuk keperluan
masyarakat local, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata air serta
lingkungan.
Sasaran pengembangan Wanatani dan
Wanafarma adalah lokasi hutan (Hutan Negara atau Hutan Rakyat) yang diutamakan
wilayah yang mendapat tekanan sosial ekonomi tinggi, serta wilayah lainnya
dengan pertimbangan: kondisi Hutan Rakyat; tingkat kesuburan tanah; kelerengan
lahan dan; kondisi masyarakatnya.
Pengembangan Hutan
Mangrove
Menurut Kalsim (2005), masalah yang
terjadi di daerah pesisir adalah (a) berkembangnya budidaya perikanan
yang tak terkendali sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan, (b)
perlunya debit minimum pada MK untuk menjaga lingkungan biotik perairan,
dan (c) terumbu karang dieksploitasi tak terkendali. Dampak negatif
lingkungan misalnya hilangnya sabuk mangrove; erosi/abrasi pantai,
sedimentasi/akresi pantai; salinisasi (intrusi air asin), polusi airtanah
(asin) karena berkurangnya air tawar pada MK; viral disease, MBV,
dan white spot disease (BMS).
Rehabilitasi hutan mangrove dan
hutan pantai adalah upaya pembuatan tanaman hutan untuk memulihkan fungsi hutan
mangrove dan hutan pantai yang mengalami degradasi kepada kondisi yang dianggap
baik secara ekologis dan ekonomis. Hal ini terkait erat dengan pengaturan
fungsi DAS di bagian hilir. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
hutan bakau merupakan ekosistem hutan sehingga Pemerintah bertanggungjawab
dalam pengelolaannya.
Kebun Bibit
Desa (KBD)
Kebun Bibit Desa adalah unit
persemaian yang tidak permanen yang dibuat untuk menyediakan bibit dalam pecan
penghijauan di sekitar desa lokasi kegiatan. Kebun Bibit Desa pernah
diaplikasikan di DAS Brantas dan dikelola oleh kelompok tani pelaksana
penghijauan / pembangunan hutan / kebun rakyat. Untuk 1 (satu) unit Kebun Bibit
Desa mempunyai luas 0,25 Ha.
Hutan Kota
Hutan Kota adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan yang bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak dan rapat
di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh Pejabat yang berwenang. Hutan kota merupakan
Ruang Terbuka Hijau (RTH). UU Nomor 26 Tahun 2007 yang mengharuskan setiap kota
memiliki RTH sebesar minimal 30% lahan kota. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan juga menyebutkan, RTH di sebuah kota penting untuk menjamin
tersedianya ruang konservasi, kawasan pengendalian air tanah, area pengembangan
keanekaragaman hayati serta area penciptaan iklim mikro. RTH juga bisa
berfungsi untuk mengurangi polutan, sebagai tempat rekreasi dan olahraga, area
mitigasi dan evakuasi bencana.
Dam Pengendali
(Dpi)
Dam Pengendali adalah bendungan kecil
untuk menampung air dan sedimen dengan konstruksi yang sederhana. Manfaat dari
Dam Pengendali ini adalah sebagai pengendali banjir dan sedimentasi,
meningkatkan infiltrasi, dan sebagai sumber air bagi masyarakat dan perikanan.
Dam Penahan
(Dpn)
Dam Penahan adalah bendungan kecil
yang hanya menampung sedimen dengan konstruksi bronjong batu atau trucuk kayu /
bambu. Manfaatnya adalah sebagai pengendali sediment dan aliran permukaan dan
meningkatkan infiltrasi.
Resapan Buatan
Air yang ada di bumi mengalami
siklus hidrologi dan membentuk suatu kesetimbangan dinamik. Air hujan
yang jatuh sebagian menjadi aliran permukaan, sebagian meresap membentuk
air tanah. Gangguan terhadap komponen siklus hidrologi, secara alami akan
membentuk kesetimbangan baru yang mengakibatkan banjir dan penurunan muka air
tanah. Setiap pemilik, pengguna atau pengelola lahannya diwajibkan mengelola
lahanya agar dapat meningkatkan resapan. Setiap pengguna air tanah diwajibkan
mengisikan kembali air ke akuifer yang sesuai dengan penmgambilannya dalam
bentuk resapan buatan. Contoh resapan buatan yang dimaksud ditunjukkan oleh
gambar sebagai berikut.
Selain itu, ada juga sumur resapan
menyerupai sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat
menampung air hujan yang jatuh dari atas atap rumah atau daerah kedap air
lainnya dan meresapkannya ke dalam tanah. Sumur ini bermanfaat untuk
meningkatkan kandungan air tanah dan mengurangi jumlah aliran permukaan yang
dapat mengakibatkan banjir.
Perlebahan
Kegiatan perlebahan yang
dilaksanakan adalah pembuatan model budidaya lebah, yaitu suatu rangkaian
pemanfaatan lebah dan vegetasi penunjangnya (tanaman pakan lebah) untuk
memperoleh manfaat optimal bagi kepentingan manusia dengan tetap menjaga
kelestariannya. Hasil kegiatan ini berupa madu, royal jelly, lilin lebah. Usaha
perlebahan ini cukup potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
Gully Plug
Gully Plug (Bangunan Pengendali Jurang) adalah bendungan kecil yang lolos air yang
dibuat pada parit-parit melintang alur parit dengan konstruksi batu, kayu, atau
bambu. Gully plug ini dibangun pada lahan iritis dan potencial iritis,
kemiringan > 30 % dan terjadi erosi parit / alur, sedimentasi dan curah
hujan yang tinggi, pengelolaan lahan sangat intensif atau lahan terbuka, serta
kemiringan alur maksimal 5 %.
Sistem Insentif
dan Disinsentif
Perlu disusun suatu mekanisme
insentif dan disinsentif melalui Perda, misalnya: (a) para petani pemilik
lahan yang mengelola lahan dengan melaksanakan Konservasi Tanah dan Air
Terpadu (KTAT) dengan baik, PBB (Pajak Bumi Bangunan) nya lebih rendah
daripada petani yang tidak melakukan KTAT ; (b) lahan produktif PBB nya
lebih rendah daripada lahan bongkor (terlantar); (c) kontribusi daerah
DAS bagian tengah dan hilir (semua stake holder yang menerima manfaat) ke
bagian DAS hulu yang menjaga kelestarian hutan dan melaksanakan KTAT.
Degradasi lahan dan hutan di DAS
tidak akan mampu hanya dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan saja dengan program
GN-RHL nya, karena permasalahan utamanya adalah kemiskinan. Oleh karena
itu penyelesaian masalah kemiskinan harus dilaksanakan secara terpadu oleh
berbagai sektor, termasuk dinas PU selaku penyedia infrastruktur. Suatu
keputusan kebijakan politik yang mantap ditindak lanjuti dengan
implementasi segera, sinergi lintas sektor dan berkesinambungan dalam
jangka panjang, untuk rehabilitasi lahan kritis di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota, sangat diperlukan.
Pengelolaan sumberdaya air yang
bertumpu pada korporasi multinasional akan lebih mengutamakan profit di atas
fungsi-fungsi sosial dan kelestarian. Apalagi ketika terjadi liberalisasi
dimana air akan dapat dijadikan komoditi untuk ekspor. Paradigma pembangunan
ekonomi yang berorientasi ekspor akan menyebabkan terjadinya pengurasan
sumber-sumber air secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan aspek kelestarian
dan fungsi-fungsi ekologisnya, seperti halnya yang telah terjadi di sektor
kehutanan dan pertambangan.
Diwilayah DAS Way Sekampung Propinsi
Lampung, kegiatan yang telah dilakukan dimulai dengan demplot KTAT/Konservasi
Tanah dan Air Terpadu (integrated soil and water conservation) di
Kedondong seluas 0,5 ha. Demplot tersebut digunakan untuk pelatihan PPL, tokoh
masyarakat, kelompok tani, dan wanita tani dari setiap kabupaten yang ada
dalam WS Seputih-Sekampung. Materi pelatihan adalah merupakan hasil lokakarya
yang melibatkan dinas terkait di tingkat propinsi dan Universitas
Lampung. Areal dampak dari kegiatan ini adalah telah dilaksanakannya
konsep KTAT pada kegiatan GN-RHL di kampung Pesawaran seluas 50 ha oleh
dinas Kehutanan Lampung Selatan. Selain itu beberapa petani yang dengan
inisiatif sendiri mengadopsi beberapa teknologi KTAT di demplot
Kedondong.
Tahapan kegiatannya dilakukan dengan
pendekatan partisipatif selama 4 bulan oleh LSM Wanacala. Berbagai
pelatihan telah dilaksanakan selama periode tersebut antara lain (a) cara
pembibitan kakao, (b) cara pembuatan teras gulud, (c) budi daya ternak
kambing, (d) budi daya ikan gurame, (e) cara pembuatan pupuk kompos organik.
"Jaman kita udah gede nanti, masih harus
jauh-jauh ngambil air buat masak sama mandi, nggak, ya...?!"
|
Jika pemberdayaan SDA untuk masyarakat ini gagal
dilakukan, ketahanan dan kedaulatan pangan juga akan hilang. Ketika suatu DAS
dikuasai oleh korporasi sebagaimana yang dipersyaratkan dalam WATSAL, petani
skala kecil tidak lagi memiliki kedaulatan atas pemanfaatan air bagi
pertaniannya. Aliran air ke sawah mereka dapat sewaktu-waktu diputus oleh
korporasi penguasa DAS untuk kepentingan kelompok tertentu yang dapat membayar
lebih mahal.
Faktanya adalah masyarakat kita masih sulit mengakses air bersih sekalipun mereka tinggal dikampung. Selain harus menyusuri kebun, mereka juga bergantung pada musim. Jika musim kemarau tiba, mereka harus rela memangkas habis penggunaan airnya. Tetapi jika musim hujan, mereka harus nrimo dan mengonsumsi air keruh. Bahkan tak jarang mereka menjadi korban banjir bandang. Hal ini terjadi karena tidak adanya konservasi sumber daya air dari hulu kehilir.
Faktanya adalah masyarakat kita masih sulit mengakses air bersih sekalipun mereka tinggal dikampung. Selain harus menyusuri kebun, mereka juga bergantung pada musim. Jika musim kemarau tiba, mereka harus rela memangkas habis penggunaan airnya. Tetapi jika musim hujan, mereka harus nrimo dan mengonsumsi air keruh. Bahkan tak jarang mereka menjadi korban banjir bandang. Hal ini terjadi karena tidak adanya konservasi sumber daya air dari hulu kehilir.
Lambat laun, bentuk struktur tanah
yang lebih padat menghalangi infiltrasi air ke dalam tanah. Karena itu, air
tanah yang telah dikuras dibanyak tempat, tidak dapat segera terisi ulang.
Selain itu, penurunan infiltrasi air itu akan meningkatkan volume aliran
permukaan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan erosi tanah. Residu kimia
pertanian telah mencemari badan sungai serta mengganggu kesehatan hewan liar
pemakan biji-bijian. Pada saat yang sama pestisida telah turut memusnahkan organisme
non-pengganggu-tanaman.
Plasma nutfah lokal juga tergusur
dan menghilang karena petani dipaksa untuk menggunakan benih-benih
eksotik. Kini nyaris mustahil untuk bisa memperoleh benih padi bengawan, gede,
dan padi bulu primadona-primadona varietas padi lokal pada pertanian masa lalu.
Situasi itu telah memaksa orang
untuk menemukan pilihan yang lebih cerdas. Pada saat yang sama lantas
tumbuh kesadaran, bahwa setiap tindakan manusia senantiasa akan menimbulkan
dampak terhadap lingkungan. Keseimbangan lingkungan akan selalu bergeser
pada titik baru, setiap kali ada intervensi tindakan manusia atau ada fenomena
alam yang mengganggu keseimbangan semula. Karena itu, muncul ukuran-ukuran
penilaian lingkungan yang lebih praktikal: manfaat dan risiko yang dapat
diterima. Manusia hanya mau memanen manfaat, jika risiko yang melekat padanya
ada pada tataran yang dapat diterima. satu keyakinan yang harus kita tanamkan
adalah bahwa kita dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan optimasi SDA
melalui penerapan IPTEK yang mumpuni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar